Masih teringatkah bagaimana masa kecil kita? Apakah masa kecil kita di zaman yang masih menggunakan engklek, tanah atau kelereng sebagai mainan kita? Atau kita sudah menggunakan game watch dan memencetnya berulang untuk mendapatkan skor tinggi? Atau apakah bermain dengan menggunakan alat yang lebih canggih lagi (misal: Gadget, PC)?
Kalau dulu anak-anak ramai berkumpul untuk main gobak sodor, engklek, kelereng dan petak umpet, sekarang anak-anak lebih sering berkumpul di warnet dan menghabiskan waktu bersama PC atau jika tidak ke warnet, mereka menghabiskan waktu bersama gadget atau PC di rumah untuk bermain game online. Bukankah begitu bpk/ibu guru? ayah/bunda? :) Penggunaan video game kini telah menjadi salah satu kegiatan rekreasi paling populer di seluruh dunia, terutama sejak diperkenalkannya game multiplayer online yang mencakup unsur kerjasama dan kompetisi. Meskipun banyak hasil positif dan berharga, semakin banyak literatur yang mengemukakan bahwa keterlibatan video game, dalam keadaan tertentu, menjadi bermasalah dan terkait dengan hasil yang negatif (Gentile et al., 2011; King et al., 2013; Nuyens et al., 2016). Memang sih, tidak bisa dipungkiri jika anak-anak jaman sekarang banyak terpapar dengan teknologi canggih ini, karena mereka generasi millenium yang lahir di zaman modern. Maka dari itu, yang bisa kita lakukan hanyalah mencegah agar anak didik kita tidak kecanduan main game dan bisa mengatur dirinya sendiri. Apa itu adiksi/ kecanduan game online? Kecanduan game online secara umum merupakan perilaku seseorang yang ingin terus bermain game online yang menghabiskan banyak waktu serta dimungkinkan individu yang bersangkutan tidak mampu mengontrol atau mengendalikannya (Yee, 2006). Meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan dengan game online, dapat menyebabkan perilaku kecanduan bagi beberapa orang saat aktivitas tersebut menjadi tidak berfungsi, merugikan fungsi sosial, pekerjaan, keluarga, sekolah, dan psikologis individu tersebut (Gentile et al., 2011; Kuss, 2013; Zhu et al., 2015). Lalu, apa yang terjadi bila kecanduan main game? Terdapat beberapa dampak negatif yang terjadi jika seseorang kecanduan bermain game diantaranya, dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, kinerja akademis, hubungan keluarga, dan perkembangan emosional, terutama di kalangan remaja (Hyun dkk., 2015). Salah satu dampak negatif yang sering terlihat terkait penggunaan video game yang tidak terkontrol adalah menurunnya prestasi akademik siswa. Seperti yang telah diungkapkan oleh Hauge and Gentile (2003), mencatat bahwa video game dapat menyebabkan kegagalan dalam pencapaian akademis remaja. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa siswa dengan prestasi akademik rendah menghabiskan lebih banyak waktu (lebih dari 3 jam sehari) bermain video game dibandingkan dengan mereka yang sukses secara akademis (Benton, 1995; Haghbin et al., 2013). Oke lah kalau begitu.,.,.,.,. Berarti orang tua dan guru perlu mengontrol perilaku anak ya? Agar terhindar dari perilaku kecanduan main game. Ya. Tentu saja. Tapi, tahukah? Ternyata hal itu bisa diantisipasi sejak dini lhoh Untuk menghindari perilaku kecanduan game, perlu diketahui dulu faktor penyebab dari perilaku kecanduan game, sehingga bisa diterapkan cara untuk menghindarinya. Apa sih yang menjadi faktor terjadinya perilaku adiksi game? Ternyata, selain faktor kurangnya kontrol orang tua/ guru dan pengaruh teman yang tidak baik, ada juga loh faktor dari pribadi anak. Yaitu, Kurangnya Kontrol Diri anak. Faktor ini juga kerap sekali muncul di beberapa penelitian. Diantaranya, dalam penelitiannya Kim dkk., (2008) menunjukkan bahwa tingkat kontrol diri atau pengendalian diri yang rendah merupakan salah satu hal yang dapat memprediksi timbulnya perilaku kecanduan game online. Selain itu, kurangnya kontrol diri juga terbukti sebagai salah satu faktor risiko kecanduan video game yang telah diteliti oleh Griffiths dkk., pada tahun (2012) (dalam Stockdale & Coney, 2017). Penelitian pada tahun (2016) oleh Chen & Leung juga mendapat hasil serupa yaitu, kesepian dan kontrol diri yang rendah adalah prediktor yang signifikan terhadap kecanduan sosial game online. Ada juga ternyata penelitian yang dulu di tahun (2003) oleh Oh, hasilnya juga sama kurangnya kontrol diri. Namun Oh lebih fokus meneliti dalam lingkup lebih luas yaitu, kecanduan internet yang didalamnya terdapat game online juga. Sebenarnya apa sih kontrol diri itu? Kontrol diri adalah keterampilan yang dibutuhkan anak untuk sukses secara akademis, sosial, dan emosional (Tarullo et al, 2009). Dalam hal ini, kontrol diri merupakan kemampuan seseorang dalam mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku untuk menyesuaikannya dengan tujuan yang ingin dicapai (Kross & Guevarra, 2015). Cukup jelas disini bahwa, mereka yang memiliki kontrol diri lebih tinggi lebih berhasil dalam menjalankan tugas mereka. Selain itu, mereka lebih dapat memisahkan aktivitas waktu senggang mereka dari jenis lain, memanfaatkan waktu studinya dengan lebih baik, dan mengendalikan aktivitas dan hiburan yang mungkin berbahaya bagi perkembangan pendidikan mereka (Haghbin et al., 2013). Kemudian, bagaimana ya caranya agar anak didik kita memiliki pengendalian diri yang baik? “Jika kecanduan muncul karena sebagian besar masalah keinginan yang tidak dapat dikendalikan (Low self-control), maka Pengaturan Diri (self regulation) merupakan faktor penting yang menentukan apakah orang tersebut menuruti keinginannya atau menolak (Baumeister et al, 2015)”. Sehingga, jika individu memiliki pengaturan diri yang baik, maka individu tersebut cenderung tidak mengikuti keinginannya untuk menghabiskan waktu bermain game dan terhindar dari perilaku kecanduan main game. Pengaturan Diri (Self-Regulation) adalah kemampuan seseorang untuk mengelola tingkah lakunya sendiri melalui observasi, evaluasi, dan konsekuensi (Bandura, 1999; Varma & Cheasakul, 2016). Sudah kita ketahui ya kalau bermain game online itu merupakan hal yang menyenangkan dan menggairahkan, banyak siswa cenderung kehilangan jejak jumlah waktu yang mereka habiskan secara online (Seay et al., 2007). Maka dari itu, pengaturan diri merupakan hal yang sangat penting untuk memberdayakan siswa-siswa ini guna memantau perilaku online mereka, sebelum mereka menjadi terpengaruh secara negatif. Regulasi Diri/ Pengaturan Diri sebagai faktor protektif (faktor yang dapat menghindarkan individu dari perilaku kecanduan) Ternyata, banyak bukti penelitian mengenai penjelasan diatas, penelitian yang telah dilakukan oleh Kraut & Seay (2007) telah mengidentifikasi dan menunjukkan pentingnya pengaturan diri (self regulation) dalam merubah perilaku kecanduan game atau mencegahnya untuk berkembang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hartedja (2016) juga terdapat hasil bahwa ada beberapa faktor yang membantu mengelola perilaku game online salah satunya adalah regulasi diri. Lalu, bagaimana menanamkan regulasi diri yang baik agar terhindar dari adiksi game? Disini, terdapat sebuah program prevensi yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan regulasi diri (self-regulation) anak, sehingga anak dapat terhindar dari perilaku adiksi game. Program ini dirancang untuk anak prasekolah yang diadopsi dari program Tools of the Mind (Elena Bodrova & Deborah Leong, 2007). Program Tools of the Mind Tools of the Mind (Tools) adalah kurikulum anak usia dini, pra-TK dan taman kanak-kanak berdasarkan teori sejarah budaya, yang dikembangkan oleh psikolog Rusia Lev Vygotsky. Dari perspektif Vygotskian, regulasi diri, kognitif, dan sosial- emosi dipandang sebagai unit terpadu, bukan domain terpisah. Pendekatan ini telah membentuk sebuah program pedagogi “Tools of the Mind” (Bodrova & Leong. 2007). Tools of the Mind dirancang untuk menghasilkan hasil jangka pendek dan jangka panjang yang telah dikaitkan dalam penelitian pengembangan regulasi diri, yang diterapkan oleh anak-anak terhadap perilaku belajar, sosial dan emosional (Bodrova & Leong, 2007). Untuk efektivitas program kurikulum awal di Indonesia ini, program ini bisa diselenggarakan di sekolah TK dengan kriteria anak sudah bisa menulis dan membaca dan SD kelas 1 dalam kelompok maksimal 5 orang. Jika murid lebih dari itu, bisa dilakukannya bergantian. Bisa juga lho bunda.. diterapkan dirumah, malah lebih mudah untuk mengarahkannya. :) Komponen Utama Program Bodrova & Leong, (2007) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen utama suksesnya program ini:
Kemudian, aktivitas nya apa saja ya? Berikut adalah aktivitas yang mencakup kegiatan dengan fokus utama untuk meningkatkan regulasi diri/ pengaturan diri anak (Bodrova & Leong, 2007), yaitu: |