Apa kalian adalah termasuk orang atau memiliki teman terdekat yang mengalami kecanduan/berisiko mengalami kecanduan? Yang pasti bukan kecanduan mengenang kenangan tentang mantan ya, bukan! Mungkin jika kalian termasuk orang atau memiliki teman terdekat yang mengalami kecanduan game online, kalian tepat membuka blog ini. Di blog ini saya akan mencoba membahas mengenai kecanduan game online dan bagaimana tindakan prevensi (pencegahan) agar tidak mengalami kecanduan game online. Jadi harapan dari adaya blog ini, nantinya bisa kalian terapkan baik untuk diri kalian ataupun teman terdekat kalian agar tidak mengalami kecanduan game online. Sebenarnya menikmati game secara online merupakan pilihan mengisi waktu paling asyik, tetapi akan berbeda ceritanya ketika pada akhirnya mengisi seluruh waktu dengan bermain game online. Apalagi jika sudah mulai memanfaatkan waktu produktif untuk bermain game, ini merupakan indikasi kecanduan game.
Kecanduan Game Online Sejauh ini banyak sekali kita lihat terjadi kasus remaja yang adiksi atau kecanduan game online. Bagi orang yang sudah kecanduan bermain game, bukan hanya waktu yang banyak terbuang, tapi juga dompet pun bisa terkuras untuk memenuhi kebutuhan dalam bermain game online. Bahkan, tak sedikit orang yang harus kehilangan nyawa karena bermain game secara berlebihan. Salah satu kasus kecanduan bermain game online yang kehilangan nyawa adalah Chen Rong-yu. Demi naik ke peringkat profesional, ia nekat bermain LoL selama 24 jam tanpa henti. Sayangnya, Chen Rong-yu harus kehilangan nyawa karena serangan jantung. Saat ditemukan tewas, ia masih duduk dan dalam posisi bermain game di sebuah warnet di Taiwan (Duniaku Net, 2017). Selain itu kasus kecanduan bermain game online juga terjadi di Indonesia. Kasus ini terjadi di kecamatan Andir, Bandung, anak laki-laki berumur 15 tahun. Diketahui bahwa anak laki-laki ini sudah putus sekolah sehingga hari-harinya dihabiskan untuk bermain game online di warnet, karena tidak memiliki uang untuk bermain game online akhirnya anak itu nekat mencuri sepeda motor (news.detik.com). Memang dalam rentang usianya, remaja bisa melakukan apa saja untuk memenuhi keinginannya bermain game, seperti bolos sekolah, membelanjakan uang SPP, menggunakan kartu kredit orang tua diam-diam hingga melakukan pemalakan atau pemerasan kepada teman sebaya dan adik kelas. Seseorang yang sudah mengalami kecanduan bermain game akan melakukan berbagai cara walaupun dengan melakukan tindakan yang menyimpang (Fauziawati, 2015). (Hayoloh siapa yang begini? Jangan sampai ya) Daritadi kita bicara mengenai kecanduan game online, sebenarnya kecanduan game online itu apasih? Yee (2006) mengungkapkan bahwa kecanduan game online secara umum merupakan perilaku seseorang yang ingin terus bermain game online yang menghabiskan banyak waktu serta dimungkinkan individu yang bersangkutan tidak mampu mengontrol atau mengendalikannya. Meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan remaja dengan game online, dapat menjadi kecanduan bagi beberapa orang dan dampaknya akan merugikan fungsi sosial, pekerjaan, keluarga, sekolah, dan psikologis individu tersebut (Stavropoulos et al., 2017). Setelah mengetahui definisi dan dampaknya, kita juga harus mengetahui faktor penyebab terjadinya risiko kecanduan game online. Menurut Immanuel (2009) mengatakan, faktor yang mempengaruhi seseorang bermain game online dapat dilihat dari faktor internal dan eksternalnya. a. Faktor Internal meliputi: 1) Keinginan yang kuat untuk memperoleh skor tertinggi 2) Rasa bosan dengan aktivitas sehari-hari seperti di sekolah dan di rumah 3) Kontrol diri rendah ketika bermain game online sehingga ingin bermain terus menerus. b. Faktor Eksternal meliputi: 1) Lingkungan teman sebaya yang berisiko mengalami kecanduan game online 2) Kurang memiliki kompetensi sosial ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya sehingga melampiaskan dengan bermain game online. 3) Harapan yang berlebihan dari orang tua agar anaknya berprestasi tapi melupakan kualitas hubungan antar orangtua dan anak. Nah dari penjelasan faktor-faktor diatas, dapat disimpulkan bahwa seseorang berisiko mengalami kecanduan dari berbagai faktor, yaitu faktor dari dalam dirinya, faktor keluarga, faktor lingkungan sosialnya, bahkan faktor lingkungan teman sebayanya. Diantara faktor-faktor tersebut faktor lingkungan teman sebaya merupakan faktor risiko yang paling berpotensi dalam mempengaruhi remaja mengalami kecanduan game online. Mengapa? Karena usia remaja merupakan suatu periode dimana individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya dari pada bersama orang tua dan keluarga (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Interaksi remaja secara langsung dengan teman sebaya di dunia nyata akan mempengaruhi remaja untuk dapat belajar peran, menentukan sikap, dan membentuk perilaku yang juga akan mempengaruhi perkembangan identitas diri remaja (Mazalin & Moore, 2004). Sehingga dalam proses perkembangannya, remaja akan berusaha menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sebayanya agar diterima. Hal tersebutlah yang mengakibatkan peer menjadi fasilitator yang paling berpengaruh pada remaja mengalami risiko kecanduan game online. Penelitian terkait penyesuaian sosial pada remaja yang dilakukan Santoso (2006) juga menunjukkan bahwa penyesuaian sosial pada remaja menyebabkan kecanduan game online pada remaja. Jadi teman-teman yuk mulai ubah kegiatan bermain game online teman-teman menjadi kegiatan yang lebih bermanfaat. Tindakan Prevensi Upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kecanduan game online di kalangan remaja? Terlebih dahulu kita harus memiliki kemampuan Self-Regulation yang baik pada diri kita kemudian diterapkan dengan melakukan bersama-sama dalam lingkungan peer. Self-Regulation adalah kemampuan seseorang untuk mengelola tingkah lakunya sendiri melalui observasi, evaluasi, dan konsekuensi (Bandura, 1991). Berikut adalah beberapa jenis skill yang dipaparkan oleh Roos & Witkiewitz (2017) dalam reviewnya yang berjudul “A Contextual Model of Self-regulation Change Mechanisms Among Individuals With Addictive Disorders” dimana hal ini merupakan kunci berhasilnya seseorang dalam mengatur dirinya, sehingga tidak menjadi adiksi. Berikut adalah skill-skill Self-Regulation yang dapat mencegah kecanduan game online:
Nantinya skill-skill Self-Regulation ini bisa diterapkan pada lingkungan peer teman-teman dengan melakukannya bersama-sama agar tercipta Peer-Regulation sehingga lingkungan bebas dari risiko kecanduan game online. Efektitifitas Penggunaan Self-Regulation Tindakan prevensi yang dipaparkan sebelumnya bukan hanya sembarang tindakan pencegahan tetapi juga sudah teruji efektifitasnya lo teman-teman. Berikut adalah penelitian yang menyatakan bahwa penerapan Self-Regulation efektif untuk mengurangi bahkan menghilangkan perilaku adiksi game. Penelitian yang dilakukan oleh Roos & Witkiewitz (2017) dengan judul “A Contextual Model of Self Regulation Changes Mechanisms Among Individuals with Addictive Disorder” mengungkapkan bahwa Self Regulation sebagai salah satu unsur penting dalam MOBC (Mechanism of behavior changes) yang dapat memfasilitasi keefektifan treatment untuk perilaku adiksi. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Webb et al (2017) dengan judul “Developing a School-Based Multitiered Model for Self Regulation” menyebutkan bahwa keterampilan Self-Regulation dapat diajarkan dan sangat efektif jika diperkenalkan dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Miller et al, (2017) dengan judul “Targeting Self Regulation to Promote Health Behaviors in Children”. Dalam penelitian ini terdapat hasil bahwa Self Regulation dapat mengurangi perilaku adiksi dan mendorong perilaku kesehatan yang positif. Penelitian diatas merupakan efektifitas dari Self-Regulation, apalagi bila dilakukan dalam lingkungan peer sehingga menjadi Peer-Regulation akan menjadi pencegahan dalam lingkup yang lebih luas lagi. Jadi mari kita lebih produktif untuk kegiatan yang bermanfaat and be a Positive Peer! Daftar Pustaka Bandura, A. (1991). Social Cognitive Theory Of Self-Regulation. Organizational Behavior and Human Decision Processes Vol: 50, 248-287. Detik News. (2013). Kecanduan Game Online, Bocah Ini Nekat Mencuri Motor. https://news.detik.com/berita-jawa-barat/2148753/kecanduan-game-online-bocah-ini-nekat-mencuri-motor. Diakses tanggal 21 Januari 2013. Duniaku net. (2017). Tragis, 5 Gamer Ini Meninggal Akibat Kecanduan Bermain Game. https://www.duniaku.net/2017/03/29/gamer-yang-meninggal/. Diakses tanggal 29 Maret 2017. Fauziawati, Wieke. (2015). Upaya Mereduksi Kebiasaan Bermain Game Online Melalui Teknik Diskusi Kelompok. PSIKOPEDAGOGIA, 4(2), 115-123. Mazalin, D., & Moore, S. (2004). Internet use, identity development & social anxiety among young. Behavior Change 21(2): 90-102. Miller et al,. (2017). Targeting Self-regulation to Promote Health Behaviors in Children. Journal of Behaviour Research and Therapy. Vol: xxx (1-11). Papalia, D. E., Olds, S W., & Feldman, R. D. (2009). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Kencana. Roos dan Witkiewitz. (2017). A Contextual Model Of Self-regulation Change Mechanisms Among Individuals With Addictive Disorders. Journal of Clinical Psychology Review. Vol : 57, (117-128). Santoso, Y.R.D. (2016). Hubungan Kecanduan Game Online Dota 2 Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana. Stavropoulos, Vasileios., Gomez, R., Steen, E., Beard, C., Liew, L., Griffts, M.D. (2017). The longitudinal association between anxiety and Internet addiction in adolescence: The moderating effect of classroom extraversion. Journal Behavior Addiction 6(2): 237–247. Webb et al,. (2017). Developing a School-Based Multitiered Model for Self-Regulation. Journal of Intervention in Schol and Clinic (1-8). https://doi.org/10.1177/1053451217736862. Yee, N. (2006). Motivations for Play in Online Games. CyberPschology & Behaviour 9(6): 772-775. |